Sumpah Hukum di Pelataran Etika

Di pelataran ini, hukum bukan sekadar aksara yang terlukis di atas naskah,
Melainkan janji yang tertanam di hati
kita yang berani memikul beban tanpa takut resah,
Desa Nanda, kau bukan sekadar nama dalam peta,

tetapi sebuah teka-teki yang mengguratkan luka,
Setiap langkah di jalanmu, membawa makna yang lebih dalam dari sekadar etika,
Sebagai hakim yang bijak,

kami dihadapkan pada dilema yang tak bertepi, tanpa suara yang gegabah,


Namun sumpah kami terucap, di altar keadilan yang tak mengenal keluhan atau marah,
Etika bukan sekadar pembatas, tapi fondasi yang menjaga keseimbangan agar tak meruah,
Hukum di Desa Nanda, bukan sekadar peraturan, tetapi nafas yang kami hirup tanpa menyerah.

Di pelataran etika, kami bersumpah untuk menelusuri setiap jejak,
Menelaah setiap pasal, setiap detik, mencari makna di balik kata yang tak lagi lemah,
Desa Nanda, kami berjanji untuk menjaga nurani, tak terjatuh dalam gelapnya amarah,
Sumpah kami suci, tertanam di dasar hukum yang kokoh, takkan goyah oleh gelora yang mengguncang parah,


Kami berdiri tegak di hadapan etika,

 menjunjung tinggi kebenaran,

meski badai menggempur dan angin berdesah,
Takkan pernah ada kompromi,

meski kami dihujani oleh ketidakpastian yang meruah,
Sumpah ini adalah ikrar kami, di atas hukum yang suci, di pelataran etika yang tak pernah terbantah.



(puisi terakhir candra kusuma di serial Lawynara) tunggu aja waktu tepatnya bentar lagi kalo ga hujan terbit

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukunya Tak Pernah Dibaca

Elegi Berserakan

Rumusan Kolektif dan Perdebatan yang Persuasif dalam Ijtihad Jama’i

Questions Without Answers

Narasi Kronik Diferensiasi Pengabdian KKN

Fanatisme Islam & Truth Claim seputar "Al fikroh al Najiyah"

Privasi Era Digital Milik Siapa Data Kita

Martin Luther King dan Gerakan Hak Sipil

Positivisme Logis Ludwig Wittgenstein: dalam Pengembangan Logika dan Bahasa