Bukunya Tak Pernah Dibaca
“yang meriak-riak bijak tanpa pernah membaca, lalu menjebak pengetahuan sebagai pengkremasian. membuka pemahaman tapi memilih tetap bodoh, mengira retorika kosong sudah cukup untuk dianggap pintar.”
Buat apa beli buku
Kalau tak pernah dibaca,
pamer di rak, alat penggugur
simbol intelektual
dari waktu yang dihabiskan merenung, berpikir, dan menyelami tiap kata
tak cukup pikir buku itu hanya barang
Gugatan sang halaman yang bilangnya terpendam
Tak pernah disentuh
Tanpa membaca
seperti mengoleksi barang rusak
tak lebih dari hiasan kosong yang mengundang tawa orang yang benar-benar tahu
Benda antara
dunia dan pikiran
tak hanya alat peneguhan citra semu.
Buku tak akan
mengubah siapa kita kalau hanya dilihat,
tak akan membuka pintu pengetahuan jika tak dibuka,
jadi buat apa beli buku kalau tak pernah dibaca?
hanya untuk merasa pintar tanpa usaha, hanya untuk mengelabui diri dan orang
lain,
karena pada akhirnya, buku yang tak pernah dibaca akan tetap kosong—seperti
kepala yang tak pernah berisi.
Terdiam,
Berbalut debu dan asa yang basi
katanya sihh (gatau bener atau engga) seolah peradaban ada dalam genggaman - sejadi-jadinya
meskipun menyempatkan menyentuh, tak satu makna dipahami jernih di kepala
berlagak arif di depan banyak mata, berbicara lantang dengan retorika penuh
dusta
seakan semua hakikat
Sudah digenggam erat
tetap terbungkam di sana—tak pernah dibaca, tak pernah dikenali sejatinya.
Katanya sihh (potensinya belu tau) seharusnya jadi alat untuk menggali diri,
Untuk menemukan siapa kita di dunia ini,
hanya simbol yang dipajang, sekadar untuk mendongkrak ego semu.
Akan terlihat betapa kosong dan rapuhnya identitas
jika untuk memahami eksistensi—untuk menyadari bahwa kita hanyalah bagian dari
sesuatu yang lebih besar,
Ia adalah
ancaman, sebuah cermin yang memantulkan kekosongan batin yang tak bisa mereka
hadapi
Lebih suka
berteriak dan menganggap dunia ada di bawah telunjuk mereka
tak pernah menyentuh kata-kata
Yang mampu membuka mata
tak pernah berhadapan dengan kenyataan
bahwa dalam kebodohan
Tak ada yang benar-benar tahu apa-apa.
Mereka terus
menerus berusaha mengisi diri dengan anggapan
ketidakpastian di balik kata tinggi
yang hanya bertahan sementara—seperti angin
yang membawa pesan samsara
yang seharusnya mengajarkan kebijaksanaan dan ketenangan
Membaca seharusnya
jadi langkah pertama untuk keluar dari kebodohan yang mereka pelihara,
untuk menyelami kedalaman,
Yang penuh dengan pengetahuan, bukanlah belenggu,
Tapi kebebasan
yang disingkap tanpa ditunggu
Tanpa buku……………………………….
(isi sendiri aja)
kecuali ga dibeli bukunya
Ilusi kita sendiri
Sekadar
kumpulan kata—lebih nyata.
Karena mereka yang takut membaca, pada akhirnya, akan kehilangan segala binara
hanya menggantungkan diri pada opini yang diambil dari orang yang juga tak tahu
apa-apa.
Bukan untuk membual di depan orang
Dengan kebohongan
mengajarkan kerendahan hati—bahwa kita tak pernah tahu segalanya
bahwa ada banyak hal di dunia ini yang lebih besar dari sekadar ego kita yang
tak terpuaskan.
BUKU IALAH SEBUAH CERMIN ILMU YANG MEMANTULKAN
KENYATAAN—KENYATAAN
ILMU TAK DATANG DARI UANG YANG DIBELANJAKAN!!!!!!!!!!!
Komentar
Posting Komentar